Dalam sejarahnya tidak jarang peradaban manusia harus mengorbankan ribuan bahkan jutaan nyawa demi perjuangan membela sebuah ideologi, apalagi kalau ideologi sudah masuk pada ranah kekuasaan. Demi sebuah ideologi, 600.000 orang tewas karena terlibat (atau tertuduh) sebagai PKI dalam aksi “balas dendam” yang legal pasca tragedi 30 September 1965 di Indonesia. Kemunculan tiga arus besar ideologi dunia (baca: kapitalisme, sosialisme-komunisme, dan fasisme) serta perkembangan dahsyat gerakan sosial dan ilmu pengetahuan yang diikuti oleh munculnya teori-teori baru beserta prediksi-prediksi ilmiah mau tidak mau menyeret wacana ideologi dalam perbincangan hangat di kalangan kaum intelektual. Tapi menjadi agak mustahil membincangkan ideologi dalam kerangka konseptualnya tanpa memahami lebih dahulu bagaimana sejarah yang telah menyusunya. Dengan pelan-pelan meski sangat sederhana, mari kita membuka catatan-catatan sejarah itu.
A. Kapitalisme
Awal munculnya kapitalisme yang fenomena historisnya ditemukan oleh Karl Marx kemudian menjadi sebuah sistem dunia, dapat dilacak dari terjadinya transisi historis zaman feudal, tepatnya pada akhir abad XIV awal abad XV, ketika orang-orang Eropa berhasil mengatasi hambatan geografis. Solusi dari hambatan geografis di atas berawal dari ditemukannya kompas sebagai penunjuk arah dan berkembangnya pengetahuan kelautan. kolaborasi dari dua penemuan baru tersebut membuat watak ekspansionis bangsa Eropa menemukan momentum dan ruang geraknya. Sejak saat itulah penaklukan dunia yang fenomena historisnya berbentuk imperialisme-kolonialisme di berbagai belahan dunia oleh bangsa Eropa dimulai. Bangsa Eropa datang ke beberapa benua diantaranya benua Amerika, Afrika, Asia sebagai penakluk untuk mengeruk kekayaan alamnya, memperbudak penduduk asalnya sekaligus mengumumkan pengukuhan dirinya sebagai ras yang paling unggul dari ras dan bangsa-bangsa lain. Ajarannya adalah manusia yang beradab adalah orang-orang kulit putih dari Eropa, sedangkan di luar orang-orang berkulit putih Eropa adalah manusia-manusia barbar yang biadab.
Sejak saat itu pula hierarki-dikotomis kebudayaan mulai ditancapkan dalam benak setiap penduduk bumi. Bahwa hanya peradaban orang kulit putihlah yang paling unggul dan harus ditiru, yang di kemudian waktu klaim ini menjadi motivasi tersendiri bagi mereka untuk melakukan praktek imperialisme-kolonialisme, tidak hanya terbatas dalam ruang ekonomi-politik, akan tetapi lebih jauh dari itu adalah penjajahan cultur dan kebudayaan masyarakat terjajah untuk diseragamkan dengan budaya orang kulit putih. Atas dasar itulah, tidak salah kalau dikatakan bahwa munculnya kapitalisme sebagai suatu sistem dunia pararel atau beriringan dengan dimulainya praktek imperialisme-kolonialisme jagad raya. Dan dari imperialisme-kolonialisme inilah akumulasi modal mulai terkonsentrasi di berbagai belahan wilayah Eropa, terutama di Inggris.
Dudly Dillard, secara kronologis membagi sejarah muncul dan perkembangan kapitalisme untuk lebih memudahkan kita dalam mempelajari sejarah lahir dan evolusi kapitalisme – terutama kapitalisme industrial – menjadi tiga fase perkembangan, yakni fase awal ( 1500-1750), fase klasik ( 1750-1914) dan fase lanjut (1914-1945). Memang harus diakui bahwa tidak ada kesepakatan para ahli mengenai definisi kapitalisme, akan tetapi mereka umumnya sepakat bahwa kapitalisme adalah satu sistem ekonomi yang berlandaskan pada filsafat individualisme-liberalisme yang memiliki implikasi kebebasan manusia untuk mengekploitasi apapun yang dapat menguntungkan individu tersebut.
Fase Pertama, Kapitalisme Awal atau kapitalisme merkantilis (1500-1750), yaitu kapitalisme yang bertumpu pada industri sandang di Inggris. Kapitalisme pada masa ini masih sangat sederhana. yaitu ditandai dengan praktek pemintalan benang dengan mengunakan masinal sederhana. sementara kebutuhan produksi disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Pada abad XVI industri sandang di beberapa pedesaan di Inggris mengalami perkembangan produksi yang sangat pesat. Pemasukan keuangan negara yang pada awalnya hanya berasal dari pajak rakyat mulai bertambah dengan pendayagunaan surplus sosial (semacam tabungan sosial dari beberapa pabrik sandang). Dari pemakaian sistem inilah, kapitalisme semakin menempati posisi yang aman dari kontestasinya dengan sistem ekonomi sebelumnya. Kalau pada sistem ekonomi yang diterapkan sebelum sistem kapitalisme, dana surplus sosial selalu digunakan untuk membuat tanda-tanda kejayaan suatu masa dengan membangun piramida-piramida atau katedral-katedral, maka ketika sistem kapitalis ini dipakai, dana yang awalnya dipakai untuk hal-hal di atas dialihkan untuk membuat infra-struktur dan supra-struktur ekonomi baru seperti membangun usaha perkapalan, pergudangan, persiapan dan penyediaan bahan-bahan mentah, dan berbagai bentuk penanaman modal lainnya. Dengan demikian, surplus sosial yang pada awalnya selalu habis bahkan defisit, berubah menjadi perluasan kapasitas produksi.
Ada sekian banyak momentum penting yang membuka peluang perkembangan kapitalisme menjadi semakin tak terbendung. Mulusnya perkembangan kapitalisme di atas tidak bisa dilepaskan dari beberapa momentum-momentum penting yang menjadikan perkembanagn kapitalisme berjalan mulus antara lain, Pertama, munculnya gerakan perlawanan (protestanisme) dari kaum calvinis yang dipimpin oleh Marlin Luther King terhadap hegemoni doktrin gereja Katholik mengenai kehidupan duniawi. Kedua, penemuan logam-logam mulia dari dunia baru (koloni) untuk kemudian dipakai sebagai alat transaksi yang distandarisasi. Dan ketiga adalah kuatnya back up dari kekuasaan saat itu. Dari sinilah kemudian, perkembangan kapitalisme seakan tidak mengalami hambatan yang berarti.
Fase kedua, Kapitalisme Klasik (1750-1914). Fase ini ditandai dengan bergesernya sistem pembangunan kapitalisme dari sistem perdagangan (merkantilisme) ke sistem industri, tepatnya ketika terjadi revolusi industri di Inggris yang kemudian menjadikan masa ini sebagai masa transisi dari dominasi modal perdagangan ke dominasi modal industri. Perubahan sistem ini dilatarbelakangi oleh perkembangan baru dalam keilmuan manajemen-organisasi dan penemuan-penemuan baru dalam bidang teknologi. Dengan latar belakang diatas, laju kapitalisme semakin tidak terbendung karena sistem produksi yang pada masa kapitalisme awal hanya ditopang oleh infra-struktur dan supra-struktur yang sederhana, maka pada fase ini sudah mulai memakai sistem modern dengan didukung oleh industri yang berbasis tekhnologi maju. Dalam bidang pemikiran, pada saat yang sama muncul seorang ekonom Inggris, Adam Smith dengan karyanya Inquiry into the nature and causes of the wealth nations (1776). Dalam buku tersebut, Adam Smith menawarkan satu sistem ekonomi yang akan membawa kesejahteraan masyarakat eropa saat itu yakni sistem ekonomi liberal. Doktrin utama dari sistem ini adalah menyerahkan semua keputusan-keputusan ekonomi kepada pasar dengan membongkar atau bahkan menghilangkan peran negara sedikitpun. Kebijakan ini mulai dijalankan setelah revolusi Prancis dan perang Napoleon sebagai masa hancur-totalnya sisa-sisa sistem feodal. Turunan dari doktrin di atas termanifestasikan dalam kebijakan-kebijakan, perdagangan bebas, standarisasi keuangan yang kuat (dengan emas), pembuatan anggaran belanja yang seimbang, penghapusan subsidi sosial dll. Singkatnya, sistem ini memulangkan segala persoalan kepada masing-masing individu dan interaksi yang tidak diatur akan menghasilkan akibat-akibat sosial yang dicita-citakan.
Begitulah kapitalisme liberal terus berjalan sampai mengalami berbagai pertentangan internal (anomali) antar negara kapitalis itu sendiri yang kemudian mengakibatkan meletusnya perang dunia I pada tahun 1914-1918 antara kekuatan negara kapitalis baru (Jerman, Jepang dan perancis) dengan negara bos kapitalis (Inggris). Akibat dari Perang Dunia I tersebut adalah perubahan besar mengenai pembagian koloni-koloni tanah jajahan yang menguntungkan negara yang menang perang.
Fase ketiga, kapitalisme Lanjut (1914-1945) Fase ini ditandai dengan peristiwa bergesernya dominasi modal dari belahan dunia Eropa ke negara adi daya baru Amerika Serikat yang dilatarbelakangi oleh hancurnya sistem ekonomi Eropa akibat perang yang berkepanjangan yang mengakibatkan terjadinya krisis besar-besaran di hampir negara kapitalis Eropa, terutama Inggris yang pada awalnya sebagai negara kapitalis Eropa terkaya. Selain itu, ada tiga momentum besar di dunia internasional saat itu, yakni terjadinya perang dunia pertama, munculnya perlawanan dari dunia terjajah (Asia-Afrika) terhadap praktik imperialisme-kolonialisme yang telah berjalan cukup lama, dan suksesnya revolusi Bolisevik 1917 di Rusia yang menghancurkan sistem feodalisme kaisar Tsar saat itu. Dari ketiga momentum inilah beberapa negara kapitalis Eropa dan Amerika mengalami greet depression atau depresi ekonomi dunia besar-besaran. Dari kejadian itulah dunia mengalami resesi ekonomi, harga-harga saham wall-street jatuh pada harga yang terendah dalam sejarah dan meningkatnya jumlah penganguran secara drastis. Dari peristiwa diatas, negara-negara kapitalis saat itu mulai merubah kebijakan ekonominya dari sistem liberalis yang tidak memberikan ruang jaminan sosial sedikitpun kepada masyarakat pada sistem ekonomi negara kesejahteraan (walfare state).
Sebenarnya perubahan sistem kapitalisme saat itu bukan hanya sekadar memberikan hak-hak rakyat yang selama ini terampas oleh keserakahan kaum kapitalis sebagaimana alasan di atas, akan tetapi lebih mendasar dari itu adalah kapitalisme saat itu ingin menyelamatkan dirinya sekaligus merancang sistem ekonomi kapitalis yang lebih kuat--yang fenomena historisnya kita temukan pada akhir dekade 1970-an atau yang lebih dikenal dengan istilah kapitalisme neo-liberal--dari ancaman fenomena sosial baru (kegandrungan kepada sistem sosialialis) setelah suksesnya revolusi Bolisevik di Rusia. Tawaran paket menarik yang berupa sistem dan jaminan kesejahteraan sosial dari negara-negara kapitalis Eropa dan AS saat itu antara lain program redistribusi kekayaan, penyediaan fasilitas umum, subsidi pendidikan, kesehatan, perumahan dan jaminan perawatan pribadi diluncurkan.
Pada periode inilah dimulai kembalinya peran negara yang tidak hanya sebagai penjamin kesejahteraan pasca perang, akan tetapi lebih dari itu negara dituntut untuk menjadi pemain kunci dalam perekonomian global. Dari doktrin itulah nasionalisasi besar-besaran terhadap aset-aset industri diterapkan. Tawaran sistem baru ini dilounching oleh John Maynard keynes, seorang pemikir ekonomi besar dari inggris. Tepatnya pada dekade 1930-an, Keynes meyakini persoalan resesi ekonomi dunia dapat diselesaikan kalau pemerintah melakukan intervensi terhadap perekonomian untuk menciptakan kondisi full employment sebagai suatu yang secara alamiah tidak dimiliki oleh pasar. Model kebijakan yang seperti inilah kemudian ngetrend dalam sistem ekonomi dunia yang tidak hanya diterapkan oleh negara-negara kapitalis akan tetapi juga negara-negara berkembang yang baru merdeka. Karena negara dipercaya mampu memecahkan kontradiksi pasar dan sebagai aktor yang mampu mewujudkan kebaikan dan kesejahteraan ekonomi. wacana dan praktek sistem walfare state hanya berjalan sampai pada dekade 1970-an akhir dan awal 1980-an ketika kapitalisme internasional mengalami resesi ekonomi dunia untuk kedua kalinya.
Munculnya aliran Kapitalisme Neo-Liberal atau kanan baru (1979 - sekarang) merupakan tawaran solusi dari sistem walfare state yang mengalami kontradiksi pasar diatas. Adalah Friedrich Van Hayek, seorang profesor di Universitas Chicago sejak 1940-an, yang kemudian dilanjutkan oleh muridnya Milton Friedman di universitas yang sama, menawarkan solusi kembali pada sistem ekonomi neo-klasik. Dari sinilah embrio dari neo liberalisme. Wacana neo-liberalisme dalam sistem ekonomi kapitalisme pada masa ini menyebar dengan cepat. Keberhasilan mereka mengembangkan gagasan neo-liberalisme dalam sistem ekonomi didukung oleh kuatnya jaringan internasional yang melibatkan berbagai yayasan, institut, pusat penelitian, penerbitan, ilmuwan, penulis, dan ahli ilmu hubungan masyarakat membuat gagasan tersebut cepat menyebar dan menjadi begitu populer sampai menjadi cultural-hegemoni yang kemudian lebih dikenal dengan istilah kanan baru.
Praktek awal kebijakan neo-liberalisme dalam sistem ekonomi internasional terjadi pada tahun 1979, ketika Margareth Thatcher menjadi perdana menteri Inggris. Kebijakan pertama yang diambil Thatcher setelah menduduki posisi PM Inggris adalah penghapusan kewajiban negara untuk memikul tanggungjawab terhadap rakyatnya yang berupa subsidi negara terhadap rakyat dan memangkas secara radikal subsidi-subsidi sosial. Sebagai gantiya pemerintah lebih memntingkan pelayanan terhadap swasta, melakukan pemotongan pajak, menjalankan program privatisasi swastanisasi dan liberalisasi, menghilangkan pengawasan terhadap penyiaran , telekomunikasi, transportasi, dan membabat habis seluruh serikat buruh.
Di Amerika, pada saat yang sama kaum Republiken memenangkan pemilunya yang kemudian menaikkan Ronald Reagan sebagai Presiden AS menggantikan Jimmy Carter. pada saat inilah pengadopsian neo-liberalisme di Amerika sebagai sistem ekonomi mulai diterapkan. Rezim ini sangat meyakini teori trickle down effect yang mengklaim bahwa si kaya mendapatkan insentif seperti membayar pajak murah/rendah, maka mereka akan lebih giat dalam berwiraswasta dan pada gilirannya mereka akan banyak menciptakan pertumbuhan peluang dan lowongan kerja. Sederhanya, jika industri diserahkan ke swasta maka akan lebih efisien dan menekan pengeluaran pemerintah untuk pembayaran tunjangan sosial.
Dengan bekal teori di atas Reagan melakukan deregulasi ekonomi yang telah dirintis oleh Carter tahun 70-an. Kontrol atas harga minyak dicabut, aturan mengenai transportasi kereta api, industri minyak dan gas serta penyiaran diperlonggar. dengan mengikuti langkah Thatcher, Reagan membatasi kekuatan serikat buruh. Setelah itu, gelombang neo-liberalisme segera menyebar ke hampir seluruh dunia yang meliputi: Amerika Latin, Asia timur, India, sampai hampir seluruh negara Afrika. Negara yang memulai pertama kali setelah Inggris dan Amerika adalah negara-negara dominion Inggris seperti Australia, Kanada, New Zealand, Chili, Argentina, Brazil, Jerman, Italia, Prancis, hingga Zambia dan Tanzania.
Kuatnya daya dorong kapitalisme ini membuat partai-partai yang pada awalnya memiliki platform politik yang lebih dekat ke kiri secara perlahan beralih ke kanan. Di sinilah dapat disebut pemerintahan Toni Blair dari Inggris, Schroeder dari Jerman, Lionel Jospin dari Prancis yang pada awalnya ketiganya berasal dari partai buruh. Tetapi kebijakannya menganut sistem ekonomi neo-liberal yang kanan. Demikaianlah perjalanan sejarah kapitalisme dari awal sampai akhir.
Kalau kita perhatikan dari awal masa perkembangannya kapitalisme memiliki identifikasi yang khas:
1. System ekonomi kapitalisme mentasbihkan kebebasan individu untuk melihat alat-alat produksi dan modal, bukan oleh negara atau yang disebut dengan Hak Individu (Individual Ownership).
2. Ekonomi Pasar (Market Economy) pereknomian pasar berdasar pada prinsip spesialisasi kerja dan hal itu tidak diatur oleh siapapun kecuali kondisi pasar itu sendiri.
3. Persaingan (Competition) sebagai konsekuensi logis dari berkembangnya ekonomi pasar
4. Keuntungan (Profit) prinsip keuntungan.
B. Sosialisme-Komunisme
Pada awalnya, sosialisme dan komunisme mempunyai arti yang sama, tetapi akhirnya komunisme dipakai untuk menyebut aliran sosialis yang lebih radikal. Ada beberapa unsur yang terdapat dalam sosialisme, diantaranya dengan mewujudkan protes dan penolakan terhadap ketimpangan sosial. Dalam jaman Renaissance dan Reformasi muncul protes terhadap ketimpangan dalam kemakmuran, dalam revolusi kaum puritan di abad 17 di Inggris, berbarengan dengan gerakan utama yang berasal dari kaum menengah, tampil sebuah kelompok radikal yang disebut “para penggali” atau para “pemerata sejati” (true leveres). Mereka berjuang untuk mempraktekkan prinsip pemilikan tanah secara komunal dan bukan menyangkut penggunaanya.
Unsur lain yang terdapat dalam sosialisme yaitu, protes terhadap prinsip Cash nexus bahwa uang merupakan ikatan utama antar manusia, tidak terbatas pada tradisi sosial saja. Sejauh sosialisme mengandung dalam dirinya unsur-unsur tersebut, maka dapat dikatakan bahwa sosialisme sudah setua peradaban barat. Pemikiran Yunani maupun Yahudi-Kristen masing-masing menolak kekayaan sebagai landasan kehidupan yang bahagia.
Tetapi kalau kita melihat sesuatu yang lebih konkrit dalam sejarah, akan ditemukan bahwa sosialisme sebagai gerakan yang efektif dan terorganisir merupakan produk dari revolusi industri (1848) di Inggris. Pada tahun 1820-an dan 1830-an di Inggris dan Prancis muncul teori sosialisme modern, teori yang memusatkan perhatian untuk membebaskan kelas pekerja industri dari belenggu kapitalisme industri, perubahan dalam organisasi sosial yang disebabkan oleh industrialisasi ini mengakibatkan munculnya kesenjangan kelas buruh dan pemodal yang oleh Karl Marx disebut sebagai proletar dan borjuis, dan kondisi-kondisi lainnya sehubungan dengan jam kerja buruh, kesehatan kerusakan lingkungan.
Sosialisme adalah koreksi total terhadap gejala akses negatif yang ditimbulkan oleh pertentangan kelas buruh dengan kelas borjuasi dalam system kapitalisme, dalam skenario yang disusun Marx dan sahabatnya, Friedrich Engels, yang akhirnya menjadi kitab suci bagi penganut sosialis-komunis dunia, Das Capital (1867). Buku ini menjadi inspirasi utama gerakan buruh di seluruh dunia. Di kesempatan itulah kaum buruh akan merebut posisi sebagai pemegang alat produksi.
C. Fasisme
Pasca perang Dunia I (1918) di Italia, sejarah kekuatan Benito Mussolini mula-mula mengenalkan fasisme dengan gerakan revolusionernya, gerakan bersenjata sebagai jalan untuk menuju tampuk kekuasaan, disusul kemudian oleh “saudaranya”, Adolf Hitler muda yang menjadi roh fasisme Jerman. Di tangan keduanyalah fasisme muncul sebagai paham sekaligus gerakan. Fasisme, sebagai ideologi yang dianut sebuah negara, memuat ciri-ciri sebagai gerakan ideologi yang Totaliter, Nasionalis-Rasialis, dan mengidolasi pemimpinnya.
Setiap negara yang fasis adalah negara totaliter, yang berkuasa habis-habisan atas semua gerak hidup masyarakat di dalamnya. Sistem totaliter telah mengatur sedemikian rupa bagaimana rakyat harus sekolah, bekerja, melakukan aktifitas ekonomi, mengeluarkan pendapat bahkan dalam berkeluarga dan punya anak. Semuanya masuk dalam bingkai yang telah ditentukan negara. Sebagaimana orasi yang pernah disampaikan Hitler pada rally-rally kaum Nazi, “Kamu bukanlah apa-apa, negaramu adalah segalanya”.
Latar belakang historis munculnya fasisme adalah kekalahan Jerman dan Italia pada perang dunia I. Kedua negara mengalami kebangkrutan harga diri dan ekonomi. Jerman setelah menerima kekalahan dalam perang, terutama dalam perjanjian Versailles, secara terpaksa membayar perbaikan-perbaikan untuk kerugian pemenang. Sementara itu dalam waktu yang sama, sebagai akibat perang, Italia harus menanggung hutang sekitar 95 Juta Lira di wilayah ini. Kemudian Munculnya Hitler dan Mussolini bagaikan air sejuk di siang bolong. Mereka berdua melakukan usaha-usaha untuk meyakinkan rakyat bahwa kejayaan negara kota Troya di Italia ataupun ras Aria di Jerman harus menjadi motivasi untuk bangkit dari keterpurukan ini. Dalam konteks ini, Nasionalisme sarat dengan Rasialisme. Implikasi paling nyata dan mengerikan adalah terbunuhnya 6 juta orang Yahudi dari kamp penampungan dalam kampanye anti semitis yang dikobarkan Hitler.
Baik Hitler maupun Mussolini adalah diktator di negaranya masing-masing. Bukan saja karena mereka punya kharisma dan kualitas kepemimpinan yang luar biasa di mata rakyatnya, tapi juga karena kaum fasis percaya bahwa kediktatoran harus ditempuh jika ingin membentuk negara yang kuat.
0 komentar:
Posting Komentar